Catatan : Cerita ini bukan merupakan lanjutan cerita pertamanya yang berjudul “Jadi Mummy Gara-Gara Salahi Aturan OSPEK”. Tetapi cerita ini memiliki karakteristik yang sama dan kasus yang sama.
Sebuah universitas, sebut saja Universitas PM, menerapkan aturan yang cukup aneh untuk para mahasiswa baru yang sedang menjalani OSPEK. Anehnya, hanya orang pertama yang kedapatan melakukan pelanggaran atau kesalahan dalam kegiatan OSPEK yang harus menanggung suatu hukuman yang dinamakan mummifikasi.
Jadi, orang yang bersangkutan harus dimummifikasi oleh panitia sampai jangka waktu yang telah ditentukan. Sungguh tidak lazim, tetapi itulah yang diterapkan di sana.
Dina seorang mahasiswa baru jurusan farmasi adalah contohnya.
Saat itu OSPEK dilaksanakan selama 3 hari.
Pada hari pertama OSPEK, Dina dan seluruh peserta OSPEK lainnya tidak ada yang melakukan kesalahan. Sungguh beruntung sekali.
Keesokan harinya, panitia juga tidak menemukan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh peserta OSPEK. Wow, sangat disiplin ya.
Sialnya, pada hari ketiga Dina kedapatan melakukan pelanggaran. Rupanya, hari itu dia bangun kesiangan sehingga baru datang pada pukul 07.00 di kampus. Sedangkan OSPEK sudah dimulai pukul 06.45.
Lebih sialnya lagi, Dina lah satu-satunya pelanggar yang ketahuan oleh panitia.
Dina pun diantarkan oleh 2 orang senior ke ruangan di lantai 7 kampus PM. Dalam ruangan itu hanya terdapat sebuah spring bed dan sebuah lemari kecil.
“Oke, kamu taruh barang kamu di lemari. Kamu tunggu di sini ya,” kata seorang senior yang mengantarkan Dina sambil meninggalkan ruangan, sementara seorang senior yang satunya menunggu di depan pintu, menjaga Dina agar tidak kabur.
“Nih kamu ganti baju sana,” kata seorang senior sekembalinya ke ruangan tempat Dina akan dieksekusi.
“Haduh, apa ini? Masa aku harus pakai baju renang di ruangan begini kak?” tanya Dina dengan wajah cemberut.
“Kamu harus taati aturan di sini! Kamu mau ngulang OSPEK tahun depan bareng adek kelas. Kalo kamu gak suka, jangan kuliah di sini!!!” seru seorang senior dengan nada tinggi.
“Iiiyyaa deh kak,” Dina terpaksa menurut.
Dina dengan segera menuju ruang ganti dan memakain baju renang yang diberikan. Lalu dia kembali ke ruang eksekusi.
Tak lama kemudian, datang seorang remaja pria bernama Edo. Dia membawa banyak sekali microfoam tape dan plastic wrap.
Tanpa banyak bicara Dina dipaksa berdiri dan tangannya dikesampingkan oleh Edo. Dina kemudian dibungkus dengan plastic wrap dari kepala hingga lutut dengan sangat ketat.
Setelah itu, Dina dibaringkan di kasur dan kembali dibungkus dengan microfoam tape.
Entah teknik apa yang dipakai oleh Edo, tetapi sungguh hasil mummifikasinya sangat sempurna dan ketat sekali, sampai-sampai Dina sempat merasa sesak dan tidak bisa lepas, walaupun dia hanya dibungkus 2 lapis.
“Mmmmpphh!” rintihan Dina terdengar.
“Nah, kamu tahu kan sekarang kamu dihukum kayak apa?” tanya Edo sambil merapikan peralatannya.
“Mmmmpphh, mmmmpphh!” jawab Dina dalam kondisi terbungkus.
“Oke, tugas saya selesai. Kamu mungkin baru dilepas sore nanti pas OSPEK selesai,” kata Edo sambil menutup pintu.
“Mmmphhh, MMMPPPHHH!” Dina memberontak, tetapi sia-sia saja.
Dia berguling ke sana kemari, tetapi tidak ada satu bagian bungkusan yang koyak.
Sesekali dia mendengar suara pintu terbuka dan tertutup.
Rupanya ada divisi keamanan yang memeriksa kondisi Dina sambil mengambil gambar mummy Dina.
3 jam berlalu dari pukul 8 sejak Dina menjadi mummy, Dina semakin lemas. Dia pun hanya terbaring lemas di kasur. Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dan seorang senior datang membawakan minum dan air susu.
Dia juga membukakan tape bagian wajah Dina.
“Kak, lepasin kak, panas ini!” kata Dina dengan nada lemas dan penuh dengan keringat di wajahnya.
Sang senior tidak banyak bicara, langsung mengelap wajah Dina dan menyuruh Dina meminum minuman yang dia sediakan.
“Nih, minum dulu air biar kamu gak dehidrasi, ini juga susu buat ganjel perut kamu biar gak laper amat,” katanya.
Dina meminum minuman yang disodorkan sang senior dengan menggunakan sedotan yang ada di gelas.
Sesudah minuman yang diberikan habis diminum Dina,
Dina kembali memohon sang senior melepaskannya.
“Kak, pliss lepasin aku kak! Menderita aku di sini, udah panas gak bisa gerak,” Dina memohon.
“Jangan banyak ngeluh kamu! OSPEK belum beres gak bisa dilepasin gitu aja,” seru sang senior dengan nada tinggi.
Mulut Dina kembali disumpal dengan bola busa dan wajahnya kembali dibungkus dengan microfoam tape dengan paksa.
“Mmmmpphhh!!!!” teriak Dina dalam bungkusan.
“MMmmmmmpphh,” suara Dina sedikit terdengar di luar ruangan, tetapi tetap kalah dengan suara yang ada di luar ruangan.
Dina mencoba berguling kesana kemari, terus menerus selama beberapa kali. Dina kembali memberontak, tetapi malah semakin kehabisan tenaga.
Pukul 15.00, OSPEK selesai. Sementara itu, Dina masih menjadi mummy di ruang eksekusi. “Gimana, kapok?” tanya seorang senior.
“Makanya jangan telat, jadi orang yang disiplin dikit dong,” tambahnya. “Mmmmpphh!” suara Dina semakin terdengar lemas.
Sang senior yang mengetahuinya langsung melepaskan Dina dari bungkusan dan memberikan tabung oksigen kepadanya. Dina pun beristirahat sejenak di kasur kira-kira selama 1 jam.
Ketika terbangun dari tidurnya, Dina terkejut mendapati dirinya sudah ada di ruang Kesehatan Kampus dan masih berbalutkan baju renang.
“Woh, udah selesai toh hukumannya,” kata suster penjaga ruangan sambil memberikan Dina air minum.
“…..hhh iya bu, di dalam bungkusan panas bu, saya sepertinya dehidrasi,” kata Dina sambil terengah-engah.
“Udah, kamu istirahat ya. Ini ada surat dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM),” kata suster kepada Dina.
Dalam surat tersebut tertulis bahwa Dina lulus OSPEK tanpa harus mengikuti OSPEK lagi tahun depan.
Dengan perasaan senang bercampur lelah, Dina bergegas menuju ruang ganti dan berganti pakaian, lalu pulang ke rumahnya.